Total Tayangan Halaman

Jumat, 02 Desember 2011

MENAHAN MARAH


MENAHAN MARAH
Oleh Siti Mahmudah

Marah adalah gejolak jiwa yang mengarah kepada keinginan untuk berbuat kekerasan dan dendam, yang akibatnya dapat merugikan diri sendiri dan juga orang lain. Karenanya, kemampuan menahan marah menjadi faktor penting dalam menciptakan suasana damai dan tenteram dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Kemarahan adalah kelemahan, sedangkan kesabaran adalah kekuatan. Cepat marah merupakan tanda lemahnya seseorang, meskipun ia memiliki tangan yang kuat dan badan yang sehat. Rasulullah SAW menegaskan, ”Orang yang kuat bukanlah karena jago dalam gulat. Orang yang kuat adalah orang yang mampu menguasai dirinya ketika marah.” (HR Bukhari dan Muslim).
Sikap menahan marah merupakan salah satu karakteristik orang bertakwa yang dijanjikan oleh Allah SWT sebagai penghuni surga. Ini berarti bahwa ketakwaan seseorang dapat dilihat dari kemampuannya menahan marah. Orang yang mampu menahan marah berarti ia telah mampu meleburkan dirinya ke dalam diri orang lain dan membuang jauh-jauh sifat egois.
Allah SWT berfirman, ”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan hartanya baik dalam keadaan lapang maupun sempit, mampu menahan marah dan memberi maaf kepada manusia. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (QS Ali Imran [3]: 133-134).
Islam telah memberikan panduan praktis untuk mengatasi kebiasaan marah. Pertama, mengetahui keutamaan menahan marah. ”Barangsiapa yang menahan marah dan ia sebenarnya mampu untuk meluapkannya, maka pada hari kiamat ia akan dipanggil Allah di hadapan semua makhluk-Nya, lalu ia disuruh memilih bidadari yang diinginkan.” (HR Imam Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Kedua, berusaha untuk berhenti bicara. Sebab, bila tetap bicara kemarahan akan semakin bertambah. Rasulullah SAW bersabda, “Jika salah seorang di antara kamu marah maka diamlah.” Nabi mengucapkannya sampai tiga kali.” (HR Imam Ahmad, Tirmidzi, dan Abu Daud).
Ketiga, hendaknya membaca ta’awudz (memohon perlindungan) kepada Allah SWT, sebab pada hakikatnya perasaan marah yang tidak terkendalikan adalah dorongan setan. Dikisahkan, ada dua orang laki-laki yang saling mencaci di samping Rasulullah SAW. Salah satunya mencaci saudaranya sambil marah, hingga wajahnya memerah. Maka Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya aku mengetahui satu kalimat, andai ia ucapkan tentu kemarahan mereka akan hilang, yaitu A’udzu billahi minasysyaithanirrajim (aku berlindung kepada Allah dari kejahatan setan yang terkutuk).” (HR Bukhari Muslim).
Keempat, merubah posisi. Bila sedang marah dalam keadaan berdiri maka duduklah, bila duduk masih marah maka berbaringlah. Hal tersebut ditegaskan oleh Rasulullah SAW, ”Jika salah seorang di antara kamu marah dan ia berdiri, maka duduklah. Jika belum juga reda, maka berbaringlah.” (HR Imam Ahmad dan Abu Daud).
Dan kelima, bila upaya di atas tidak mampu mengendalikan marah, maka upaya terakhir adalah dengan berwudhu. Sebab, pada dasarnya kemarahan adalah api yang membara, maka air yang akan memadamkan api tersebut. Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api. Jika seorang di antara kamu marah maka berwudhulah.” (HR Ahmad dan Abu Daud). Wallahu a’lam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar